Indeks

Sumber Mata Air yang Mengubah Kehidupan Warga Desa Rantau Hempang

Sumber Mata Air yang Mengubah Kehidupan Warga Desa Rantau Hempang
Pompa timba air yang dikerjakan secara gotong-royong oleh warga Desa Rantau Hempang. (Zulkar/Komparasi)

KUTAI KARTANEGARA – Pemenuhan air bersih bagi warga desa diketahui masuk dalam program dedikasi Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah dan Wakilnya Rendi Solihin. Pasalnya hal ini merupakan hak dan kebutuhan dasar yang harus dinikmati oleh seluruh warga. Namun realisasinya masih butuh proses yang panjang, salah satunya di Desa Rantau Hempang, Kecamatan Muara Kaman.

Media Komparasinews.id mencoba menelusuri aktivitas warga di wilayah hulu ini. Untuk bisa menuju Desa Rantau Hempang, dibutuhkan waktu sekira tiga jam dari Kota Tenggarong ke dermaga penyebrangan yang ada di Desa Muara Kaman Ilir. Sesampainya di sana warga lokal sudah bersiap mengantarkan penumpang menyeberangi Sungai Mahakam menggunakan kapal feri tradisional menuju sisi lainnya di Desa Muara Kaman Ilir.

Perjalanan transportasi sungai masih harus berlanjut menggunakan speed boat dengan jarak waktu 30 menit, barulah sampai di Desa Rantau Hempang.

Walaupun wilayah tersebut topografinya dikelilingi Sungai Mahakam, dari pantauan media ini tidak ada distribusi air bersih dari PDAM. Terlihat warga sekitar dengan kearifan lokalnya menggunakan air sungai untuk kegiatan Mandi, Cuci, Kakus (MCK).

Haidir (42), salah seorang warga asli desa tersebut, lahir di sana dan sangat mengenal ciri khas maupun karakter warga desa. Saat ini dia bekerja di kantor desa melakukan pengabdianya sebagai Kasie Pelayanan dan Kesra Desa Rantau Hempang.

“Kami sudah biasa begini, apapun yang bisa dimanfaatkan dari alam, ya itulah yang kami coba pakai,” ucap Haidir.

Karena keterbatasan akses yang jauh dari pusat kota, orang tuanya dulu mengajarkan cara mengolah air Sungai Mahakam dijadikan untuk melepas dahaga tenggorokan. Yaitu dengan cara air dari Mahakam di tampung ke drum lalu diberi tawas atau obat air. Setelah jernih baru di rebus untuk di komsumsi.

“Itu sih sebenarnya ilmu kata orang tua dulu. Ya kita percaya-percaya saja. Tetapi cara itu sama sekali tidak bagus, karena sering terjadi wabah penyakit muntaber,” sebut Haidir.

Seiring berjalannya waktu, ditemukanlah sumber mata air di area lereng gunung yang lokasinya berjarak 400 meter dari permukiman warga. Atas kejadian ini barulah ditemukan air dengan kondisi yang benar-benar layak untuk diminum.

Pada tahun 2017 warga secara gotong-royong membuat sumur pada area sumber mata air dan menyambungkan pipa-pipa menuju pompa timba yang dipasang di tiga titik RT dari lima RT yang ada.

“Alhamdulllah semenjak itu, kami tidak kesulitan lagi mencari air bersih. Modal kami kalau enggak salah cuma Rp 500 ribu aja,” serunya.

Karena temuan itu, hingga saat ini warga kampung bebas 24 jam bisa menikmati sumber mata air tersebut secara gratis. Bahkan beberapa perusahaan sekitar juga sering memanfaatkannya untuk para karyawannya.

“Sekarang kondisnya jauh lebih layak, ini juga pernah diuji coba oleh PDAM hasilnya bagus semua,” tuturnya. (zu)

Exit mobile version