SAMARINDA – Keberadaan kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan salah satu rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda. Wacana tersebut ditanggapi Wakil Ketua Komisi III DPRD Samarinda Samri Shaputra.
Dia mengingatkan supaya dalam pembangunannya nanti menggunakan lahan pemerintah dan bukan lahan masyarakat. Dijelaskan, RTH merupakan wujud Perda Nomor 2 Tahun 2014 tentang rencana tata ruang wilayah dan UU nomor 26 tahun 2007. Karenanya Samri mendukung program rencana Pemkot agar MMasyarakat bisa menghirup udara yang segar.
“Kami setuju itu rencana pemerintah. Karena makin membuka ruang publik masyarakat bisa lebih menikmati udara yang segar. Kami sangat mendukung jika itu terealisasi,” ucap Samri, Selasa (28/2/2023)
Samri juga mengatakan, RTH tersebut merupakan salah satu hal yang dimasukkan di dalam RTRW agar ke depannya makin jelas. Selain itu, dia menerangkan sejauh ini belum ada keputusan resmi karena masih hanya dalam sektor lingkup bahasan Komisi III.
Lebih lanjut disampaikan, penentuan ruang terbuka hijau itu lahannya harus merupakan milik pemerintah dan bukan merupakan lahan rakyat. Hal itu ditegaskan melihat banyak kejadian yang membuat masyarakat resah karena pembangunan fasilitas umum menggunakan lahan rakyat. Sehingga menimbulkan perdebatan antara pemerintah dan masyarakat seperti halnya di Jalan Jakarta.
“Nah yang bisa digunakan lahan terbuka hijau itu adalah memang lahan aset Pemkot, tidak boleh lahan pribadi masyarakat. Contohnya di Jalan Jakarta, dibuat fasilitas umum, ternyata itu lahan masyarakat. Kalau suatu saat rakyat menutup, itu hak mereka wajar,” bebernya
Samri juga menambahkan bahwa hal itu harus diperhatikan. Tidak bisa lahan masyarakat yang sudah dibayar dan memiliki sertifikat, lalu direbut haknya hanya demi membuka ruang terbuka hijau. Hal itu disebut sama saja mengambil hak orang dan melanggar hukum.
“Pemkot tidak boleh gunakan lahan pribadi masyarakat. Kecuali masyarakat menghibahkan tanahnya itu untuk lahan ruang terbuka hijau, enggak ada masalah dan itu harus dibuat semacam surat tertulis,” jelasnya.
Anggota fraksi PKS ini juga menjelaskan hal itu penting supaya tidak ada konflik antara masyarakat dan pemerintah. Sehingga perlu dipastikan setiap lahan yang mau dijadikan fasilitas umum terbebas dari klaim masyarakat lewat kepastian surat dan dokumennya.
Samri menambahkan dalam pembangunannya jangan hanya akad saja tanpa ada bukti tertulis yang kemudian bisa jadi masalah di kemudian hari. Melihat kejadian sebelumnya, tidak ada surat tertulis akhirnya warga menggugat pemerintah Kota.
“Tetapi jika pemerintah ada rencana seperti itu kami dukung. Itu masih ada kaitannya dengan RTRW penentuan ruang terbuka hijau. Cuman itu saja yang harus diingat,” terangnya.
Samri berharap ketika RTH dijalankan, pertama harus menentukan lahan supaya tidak bermasalah caranya dengan menggunakan lahan pemerintah. Disampaikan juga ketika lahan yang digunakan RTRW adalah lahan masyarakat, maka pemerintah wajib mengganti apalagi jika memiliki sertifikat. (nta)