SAMARINDA – Usulan tak biasa disampaikan Gubernur Kaltim Isran Noor usai pelantikan Majelis Pengurus Wilayah Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Kaltim periode 2019-2024 di Ruang Ruhui Kantor Gubernur Kaltim, Rabu (3/11/2021). Orang nomor satu Benua Etam itu mengusulkan agar Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) kembali menjadi lembaga tertinggi negara.
Isran meminta (ICMI) memberikan terobosan besar untuk kehidupan Indonesia yang lebih baik. “Saya pikir ICMI itu harus bisa membuat big show, terobosan besar untuk membangun bangsa ini,” pinta Isran
Salah satunya, bagaimana ICMI bisa mengkaji dan memikirkan agar MPR bisa kembali pada kedudukannya seperti saat awal negara ini berdiri. “Ada MPR-nya. Sekarang ada MPR, tapi tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara,” kata Isran memberi alasan mengapa MPR harus dikembalikan sebagai lembaga tertinggi negara.
Menurutnya, dalam kapasitas MPR sebagai Lembaga tertinggi negara, maka akan ada pertanggungjawaban dari lembaga-lembaga tinggi negara kepada MPR, termasuk pula presiden. Indonesia dibangun oleh para pendiri bangsa, karena nusantara memang berbeda adat istiadat, berbeda kepercayaan, berbeda model.
Sebagai lembaga tertinggi negara, maka MPR memilih Presiden dan Wakil Presiden. Dengan demikian, pemilihan langsung untuk presiden tidak ada lagi. “Cuma menurut saya, struktur keanggotaan di MPR itu yang harus diperbaiki. Tapi ini hanya usulan, kan boleh-boleh saja?” tandas Isran.
Catatan penting Gubernur, keterwakilan di MPR bukan atas dasar keterwakilan penduduk, tapi keterwakilan wilayah. Saran Isran, Anggota MPR dipilih seperti Anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) RI. Banyak atau sedikit jumlah penduduk satu provinsi, maka kuota kursi MPR-nya adalah 4 orang. Dengan begitu akan ada keterwakilan yang lebih mewakili kewilayahannya.
Sehingga misalnya Jawa dengan enam provinsi, maka keterwakilan di MPR sebanyak 6×4 orang atau 24 orang. Demikian juga Kalimantan dengan lima provinsi, maka keterwakilan sebanyak 5×4 orang sama dengan 20 orang. Dengan demikian, keterwakilan wilayah untuk Indonesia yang lebih adil dan merata akan tercipta.
“Jadi MPR itu dipilih dari orang-orang terhebat dari setiap wilayah. Mereka akan memiliki legitimasi yang lebih kuat. Nah, anggota DPR jangan juga menjadi anggota MPR. Maka undang-undangnya juga harus diubah. Maksud saya apa, supaya Indonesia memiliki political democray yang berbeda. Punya ciri khas khusus,” pungkasnya. (man)