BALIKPAPAN – Ombudsman diharapkan bisa melakukan orkestrasi penetapan kinerja yang dapat diukur per urusan. Harapan ini disampaikan Penjabat (Pj) Gubernur Kaltim Akmal Malik saat menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II Tahun 2024 Ombudsman RI di Hotel Gran Senyiur Balikpapan, Senin (18/11/2024).
“Kita ingin kinerja terukur, sehingga kita bisa mempertanggungjawabkan ke masyarakat selaku pengguna pelayanan,” jelasnya.
Akmal berharap Ombudsman bisa mengorkestrasi penetapan kinerja yang dapat diukur per urusan. Karena pemerintah daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan di daerah.
Disampaikan, hal ini penting agar jangan sampai terjadi masalah pelayanan publik di suatu lembaga atau instansi bukan pemerintah daerah, tetapi yang terkena imbas pemerintah daerah.
“Jangan sampai matinya listrik di kabupaten, tiba-tiba pemerintah daerah yang disalahkan, padahal penyedianya PLN,” terang Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ini.
Situasi tersebut menurut lanjut harus dipahami Ombudsman selaku pengawas pelayanan publik di tingkat pusat hingga daerah. Sehingga outputnya adalah Ombudsman menjadi lembaga yang benar-benar objektif menilai kinerja pemerintah dalam pelayanan publik.
Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih yang membuka rakernas ini menjelaskan, pihaknya merancang kepatuhan dengan empat dimensi. Yaitu input, output, outcome dan pengelolaan pengaduan).
Seperti dimensi input, Ombudsman mengukur sejauh mana kapasitas dan kapabilitas SDM dibirokrasi dalam memberikan pelayanan publik dan pemahaman tentang SOP yang ditangani.
“Sebelumnya kita menyampaikan rapor saja (nilai dan ranking). Padahal ada indikator-indikator yang bisa di-tracing kabupaten kota maupun institusi pelayanan publik yang dinilai masih kurang,” jelasnya.
Diungkapnya, indikator penilaian dinamis atau setelah beberapa tahun Ombudsman punya target bersama Bappenas bahwa pemerintah daerah (kabupaten/kota) harus 80 persen masuk zona hijau.
“Tahun ini sudah 80 persen. Artinya indikator penilaian sudah tidak pas lagi, sehingga perlu diubah dan ditingkatkan indikator yang lebih sulit,” sebutnya.
Misalnya ketika Ombudsman sebelumnya hanya menilai ada dan tidaknya unit pengelola pengaduan.
“Tetapi sekarang penilaiannya bagaimana berjalannya unit pengaduan itu. Dan lebih jauh lagi, hasil pengolah pengaduan ini apakah dipakai menjadi referensi perencanaan kebijakan atau program pemerintah. Ini indikator kita selanjutnya,” tandasnya. (xl/advdiskominfokaltim)