SAMARINDA – Ratusan Mahasiswa menggelar unjuk rasa di simpang empat lembuswana Samarinda, Senin (4/4/2022). Sebanyak 28 elemen dari internal kampus se-Samarinda dan eksternal melakukan long march dari gerbang Universitas Mulawarman (Unmul) Jalan M Yamin.
Isu yang mereka bawa adalah Kenaikan bahan bakar minyak (BBM), kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dan wacana tambahan masa jabatan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Ditemui di lokasi unjuk rasa, Humas Aliansi Masyarakat Kaltim Menggugat (Mahakam) Arya Yudistira mengatakan, mahasiswa dan masyarakat Samarinda belakangan telah memperhatikan sejulah isu. Terkait kebijakan Presiden dan Menteri keuangan RI Sri Mulyani yang telah menaikkan tarif PPN Nomor 3 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Dalam beleid ini, aturan perpajakan lain juga diatur seperti pajak karbon.
“Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) secara resmi naik menjadi 11%. Dengan kenaikan ini, harga sejumlah barang dan kebutuhan masyarakat akan ikut terkerek, rakyat pun ikut tercekik,” kata Arya di sela aksi demonstrasi.
Selain itu, sambungnya, berdasarkan pengumuman resmi PT Pertamina, harga Pertamax per 1 April 2022 kini naik menjadi di kisaran Rp 12.500 sampai Rp 13.500 per liter. Dari sebelumnya Rp 9.000 sampai Rp 9.400 per liter.
“Kami menuntut kenaikan PPN itu dibatalkan,” imbuhnya.
Terkait wacana penundaan atau perpanjangan periode masa jabatan Presiden juga menjadi sorotan. Hal itu sangat bertentangan dengan kondisi masyarakat. Wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan disinyalir sebagai nafsu politik dan kepentingan oligarki. Wacana itu disebutnya sangat bertentangan dengan konstitusi dan mengkhianati reformasi.
“Jika terealisasi, usulan ini jelas bentuk pelanggaran terhadap Konstitusi. Sebab Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 telah menegaskan bahwa Pemilu dilakukan lima tahun sekali. Dan pada Pasal 7 UUD 1945 mengatur bahwa masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden bersifat tetap (fix term) yakni lima tahun dan hanya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan,” terangnya.
“Terlebih konstitusi kita tidak membuka ruang adanya penundaan pelaksanaan Pemilu ataupun perpanjangan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Penundaan Pemilu tersebut juga berpotensi mencoreng muka bangsa karena ingkar pada komitmen dalam bernegara yang tertuang dalam Konstitusi,” sambungnya.
Selain itu penundaan Pemilu juga sama artinya menunda regenerasi kepemimpinan. Yang seharusnya terus berjalan demi menghindari kekuasaan yang terlalu panjang yang berpotensi membuka praktik korupsi.
“Regulasi yang disahkan pemerintah sangat tidak relevan dengan kondisi rakyat yang sedang berusaha untuk bangkit dari keterpurukan,” tandasnya.
Dari pantauan media ini, aksi berjalan tertib kendati arus lalu lintas mengalami perlambatan. Namun aparat kepolisian yang ikut memantau cukup sigap untuk mengurai kendaraan.
Puluhan personel disiagakan di lokasi baik yang berseragam dan berpakaian bebas pantas. Satu per satu mahasiswa berorasi bergiliran menggunakan pengeras suara jenis TOA dan membentangkan spanduk tuntutan dan bendera masing-masing lembaga. (nta)