GMNI Kaltim Desak Pemerintah Usut Tuntas Perusakan Mangrove di Teluk Balikpapan

GMNI Kaltim Desak Pemerintah Usut Tuntas Perusakan Mangrove di Teluk Balikpapan
Ketua DPD GMNI Kaltim Andi Muhammad Akbar.

BALIKPAPAN – Teluk Balikpapan belakangan ini menjadi pusat perhatian publik. Hal ini karena adanya perilaku beberapa perusahaan yang melakukan perusakan hutan mangrove.

Catatan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kaltim, perusakan mangrove di Teluk Balikpapan sejak Tahun 2018 sampai saat ini sudah mencapai 80 ribu hektare. Tahun 2018 petaka tumpahan minyak Teluk Balikpapan menyebabkan sekira 30 hektare rusak akibat limbah B3.

Tahun 2022 ini, berdasarkan temuan Lembaga Swadaya Masyarakat Pokja Pesisir dan Nelayan, salah satu perusahaan swasta yang membangun Pabrik Smelter Nikel di Sungai Tempadung, Teluk Balikpapan diduga telah merusak sekitar 16 hektare.

Laporan tersebut diketahui masih dalam proses penanganan oleh Gakum KLHK. Pokja Pesisir dan Nelayan kembali menemukan lagi perilaku perusahaan yang diduga melakukan perusakan hutan mangrove di Sungai Wain Kariangau Balikpapan Barat dengan cara menebang sekitar 16 hektare.

Baca Juga  Lakukan Modernisasi Layanan Pajak, Pemerintah Siapkan Core Tax System

Perihal pengerusakan mangrove ini, Ketua DPD GMNI Kaltim Andi Muhammad Akbar melalui keterangan tertulisnya menyampaikan pihaknya bakal mempersiapkan kajian untuk mengawal secara masif. Baik laporan sementara ditangani oleh Gakum KLHK maupun yang belum ditangani.

“Melihat peristiwa perusakan ini, kami tidak akan tinggal diam. Kami segara mengkaji secara mendalam dan akan melakukan tindakan,” tutur Akbar.

Selain menyiapkan kajian, GMNI Kaltim menegaskan pemerintah harus tegas terkait perusakan hutan Mangrove baik Pemkot Balikpapan maupun Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim. Menurutnya jika perilaku perusahaan ini tidak sesuai aturan maka pihaknya mendesak segera dicabut izinnya.

“Pemerintah jangan tanggung-tanggung mencabut izin perusahaan yang merusak hutan mangrove di Teluk Balikpapan,” tegasnya.

Tambah Akbar, sejauh ini pihaknya sudah melakukan kajian secara hukum. Jika mengacu pada aturan hukum yang berlaku, maka perusahaan yang melakukan perusakan mangrove ini harus diberikan sanksi tegas.

Baca Juga  Polisi Masih Tunggu Visum Sidik Jari Potongan Tangan di Perairan Mahakam

Berdasarkan ketentuan aturan hukum yang mengatur tentang perperlindungan hutan mangrove Pasal 35 Huruf (e) dan (f) UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang berbunyi “Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap Orang secara langsung atau tidak langsung dilarang: (e). menggunakan cara dan metode yang merusak Ekosistem mangrove yang tidak sesuai dengan karakteristik Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; (f). melakukan konversi Ekosistem mangrove di Kawasan atau Zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Dari ketentuan aturan hukum ini, setiap orang atau badan hukum yang melanggar diancam dengan ketentuan Pasal 73 Ayat (1) Huruf (b) yang berbunyi “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama sepuluh tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.

Baca Juga  Tunjungan Plaza 5 Surabaya Terbakar Menjelang Waktu Berbuka Puasa

“Sudah jelas aturan hukum yang mengatur, jadi tidak ada alasan lagi dalam penegakan hukum khususnya kasus perusakan mangrove di Teluk Balikpapan ini,” tutup Akbar. (zu)