KUTAI KARTANEGARA – Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kutai Kartanegara (Kukar) mengungkapkan faktor yang menyebabkan meningkatnya data jalan rusak. Ada dua Kategori yang membedakan kondisi jalan di Kukar. Yakni jalan dengan kondisi mantap dan jalan dengan kategori kondisi tidak mantap.
Dalam kategori kondisi mantap sepanjang 1.004,6 kilometer atau 45,8 persen. Masing-Masing pembagiannya untuk kategori baik sebesar 29,6 persen dan sedang 16,1 persen.
Sementara untuk kategori kondisi tidak mantap yaitu sepanjang 1.188 kilometer atau 54,1 persen. Untuk kategori ini juga dibagi dua yaitu rusak ringan sepanjang 524,3 persen atau 23,9 persen dan rusak berat sepanjang 664,01 persen atau 30,2 persen. Sehingga sebagian besar jalan di Kukar kondisinya masih mengalami kerusakan.
Data dari Dinas PU Kukar tersebut belum termasuk panjang jalan yang menjadi tanggung jawab Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Perkim). Serta jalan yang perbaikannya dialokasikan pada kecamatan-kecamatan di Kukar.
Bila dihitung per kilometer jalan yang rusak dikalikan Rp 6 miliar, maka jumlah anggan yang diperlukan sebanyak Rp 7,1 triliun. Bahkan jika seandainya dana APBD Kukar dikucurkan sepenuhnya untuk alokasi perbaikan jalan, nilainya masih minus atau tidak cukup.
Kabid Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Kukar Restu Irawan mengatakan ada faktor perubahan cara mengukur panjang yang mengakibatkan pertumbuhan data jalan rusak di Kukar.
“Dahulu jalan di Kukar yang mantap juga sangat tinggi. Tetapi itu data dan tata cara pengukurannya sangat berbeda dengan sekarang,” ungkap Restu.
Pihaknya menjelaskan, dahulu tata cara pengukuran menggunakan sistem penilaian secara manual atau penglihatan langsung. Namun sekarang, sistem pengukurannya dengan menggunakan alat pengukur kerataan permukaan jalan.
Hal itu sesuai sistem yang dipersyaratkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemukiman Rakyat (PUPR) RI. Yaitu menggunakan metode Surface Distress Index (SDI) dan International Roughness Index (IRI).
“Makanya nilainya sempat turun. Tetapi sudah kami jelaskan kepada Pak Bupati bahwa standar pengukurannya yang berbeda,” tutupnya. (zu)