Indonesia Bisa Tinggalkan Batu Bara secara Bertahap, Asalkan…

Ilustrasi tambang batu bara. (Foto: Pikist)

JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani menyebut Indonesia bisa menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara secara bertahap hingga 2040. Berbicara kepada Reuters, Sri menyebut hal itu bisa terjadi asalkan Indonesia mendapat bantuan keuangan yang cukup dari masyarakat internasional.

Dijelaskan, Indonesia merupakan negara berpenduduk terpadat keempat di dunia dan penghasil gas rumah kaca terbesar ke-8. Dengan batu bara membentuk sekitar 65 persen dari bauran energinya. Indonesia juga merupakan pengekspor batu bara terbesar di dunia.

Dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-26 (COP26) di Glasgow, Skotlandia, Rabu (3/11/2021), Sri mengumumkan rencana terperinci untuk beralih ke energi yang lebih bersih. Penghapusan batu bara menjadi isu utama.

Baca Juga  UMKM Muara Badak Laris Manis di Festival Seni Budaya Nusantara

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia berencana menghentikan penggunaan batu bara untuk listrik pada 2056. Sebagai bagian dari rencana untuk mencapai emisi nol karbon bersih pada 2060 atau lebih awal.

“Kalau kami mau majukan sampai 2040, kami perlu dana untuk menghentikan penggunaan batu bara lebih awal dan untuk membangun kapasitas baru energi terbarukan. Itulah yang sekarang menjadi isu utamanya dan saya sekarang sebagai menteri keuangan menghitung apa dampaknya bila menghentikan penggunaan batu bara lebih awal. Berapa biayanya?” tanya Sri.

Untuk memenuhi target tersebut, sambungnya, tergantung pada bantuan keuangan yang didapatkan Indonesia dari lembaga multilateral, sektor swasta, dan negara-negara maju. Rencana itu untuk memajukan pemenuhan target iklim Indonesia di luar “retorika” ke dalam rincian teknis dan bahwa Asian Development Bank (ADB) dan lembaga keuangan lainnya “sangat bersemangat” dengan rencana atau ide tersebut.

Baca Juga  Menkop-UKM Teten Masduki Dukung Rencana Pembangunan Pasar Tematik di Tanah Grogot

Indonesia menurut Sri, juga akan membutuhkan dukungan internasional untuk memastikan tarif listrik tetap terjangkau ketika beralih ke sumber energi terbarukan. Menkeu RI mengutip perhitungan sementara kebutuhan dana sebesar 10 hingga 23 miliar dolar AS dalam “subsidi implisit” untuk proyek pembangkit listrik terbarukan hingga 2030.

“Jika ini semua harus dibiayai dari uang para pembayar pajak kami, itu tidak akan berhasil. Dunia bertanya kepada kami, jadi sekarang pertanyaannya adalah apa yang bisa dilakukan dunia untuk membantu Indonesia,” tandasnya. (man)